16 Sep 2008

HiasanMatematika

Hiasan Geometri Islam

Refleksi Konsep Matematika



JAKARTA- Siapa bilang dunia barat adalah asal muasal segala ilmu. Justru mereka sendiri yang menemukan bukti nyata bahwa teori kuno matematika justru ditelurkan di dunia timur.

Ilmuwan Amerika Serikat (AS) menemukan contoh paling nyata dari konsep geometri quasikristalin. Uniknya, konsep tersebut baru ditelurkan para matematikawan pada abad ke-15, namun sebuah bangunan Islam sudah menggunakannya sejak abad ke-12. Walau tidak dikerjakan berdasar teori yang baru ditemukan tiga abad setelahnya, ilmuwan yakin perancang bangunan tersebut cukup memahami formula matematika yang sangat kompleks itu.
“Ini betul-betul mencengangkan,” komentar Peter Lu, ilmuwan Universitas Harvard yang tidak sengaja menjumpai keajaiban tersebut. Bentuk yang dipakai pada bangunan Islam tersebut sangat sederhana, namun dibuat dari pola geometri yang cukup majemuk.

Lantai yang dipakai di bangunan itu merefleksikan konsep matematis yang sangat menakjubkan. Desain geometrik quasikristalin ini menggunakan bentuk poligonal simetris untuk menciptakan pila yang dapat diperluas tanpa pengulangan.

Sampai saat ini, pandangan konvensional menganggap bahwa pola poligonal dan bintang yang rumit dari desain bangunan Islam hanyalah garis zigzag yang dibuat dengan kompas dan mistar. “Kita dapat melihat bagaimana terjadinya evolusi peningkatan geometrik terjadi. Mereka memulai dengan pola sederhana kemudian semakin kompleks,” kata Lu seperti yang dikutip BBC News belum lama ini.

Lu tertarik pada pola bangunan Islam ketika ia melakukan perjalanan ke Uzbekistan. Di sini banyak terdapat bangunan Islam peninggalan abad ke-16 dengan motif lantai dekagonal. Studi detail Lu ini dipublikasikan di jurnal ilmiah bergengsi, Science.

Quasikristal merupakan struktur aperiodik yang tidak menghasilkan perpecahan. Konsep ini digolongkan sebagai artefak matematika yang dikenal dengan sebutan ubin aperiodik, tapi sejumlah eksperimen fisik membuktikan keberadaan materialnya.

Yang disebut dengan aperiodik adalah ketika suatu desain kehilangan simetri translasional, yakni hasil penggandaannya tidak pernah menyerupai dengan bentuk orisinalnya. Adalah Dan Shechtman yang pertama kali menyebutkan kasus ini pada tahun 1984.
Tapi sesungguhnya sejak tahun 1961, Hao Wang, matematikawan China Amerika sudah lebih dulu membuktikan bahwa ubin pada pesawat terbang merupakan masalah alogaritma yang tak terpecahkan. Temuan ini sudah dapat memperlihatkan keberadaan ubin aperiodik.
Kemudian pada 1976, Roger Penrose, seorang matematikawan Inggris melakukan studi dengan dua buah ubin yang menghasilkan konsep aperiodik dengan lipatan lima simetri.
Pada tahun yang sama, Robert Ammann dari AS juga menemukan solusi serupa. Temuan ini mengukuhkan teori Penrose dan memberi kontribusi cukup berarti pada konsep matematika quasikristalin.
(merry magdalena)

Copyright © Sinar Harapan 2003

Tidak ada komentar: